Rabu, 04 Juli 2012

Memahami Psikologi Kelompok Teroris

Pada saat seperti sekarang ini kelompok teroris menjadi sangat ditakuti dan bahkan juga dibenci oleh banyak orang. Mereka (para teroris) merasa benar dalam memahami Islam, sedangkan orang lain dianggap salah. Apa yang dilakukan juga dianggap sebagai bagian dari caranya membela agamanya, dan berharap mendapatkan kebahagiaan kelak di akherat. Dengan mengebom hingga berhasill menghancurkan dan bahkan membunuh banyak orang, termasuk dirinya sendiri, dianggapnya sebagai syahid yang kelak akan dibalas dengan sorga. 

Resiko sebagai kelompok teroris sedemikian berat, tetapi mereka jalani. Mereka juga tahu bahwa dirinya dikejar-kejar, seolah-olah tidak diberi hak hidup, karena membahayakan dan menakutkan bagi siapapun. Akan tetapi, mereka tidak peduli dan kegiatan itu tetap dijalani. Resiko itu tidak mereka pedulikan, oleh karena didorong rasa kecintaan mereka terhadap Tuhan, untuk mendapatkan surga-Nya kelak. 

Para teroris bercita-cita agar mati syahid. Hidup aman, damai, dan sejahtera di dunia, tidak menjadi tujuan jika dalam suasana itu ada sesuatu yang dianggap salah. Sudah barang tentu, yang dianggap sebagai kesalahan adalah menurut ukuran atau takaran mereka. Ber-Islam bagi mereka adalah menegakkan kebenaran dan membasmi kemungkaran. Lagi-lagi yang dimaksud keberan dan kemungkaran adalah juga menurut ukuran mereka sendiri. 

Pemahaman tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan mereka tentang Islam tidak mendalam. Para teroris tampaknya belum masuk kategori ilmuwan, ulama atau sejenisnya. Kedalaman atau keluasan ilmu mereka masih bisa disebut pas-pasan, bahkan masih kurang mencukupi. Bahwa Islam tidak boleh membuat kerusakan, tetapi mereka melakukannya. Islam melarang saling membunuh, tetapi dengan bom mereka menghilangkan nyawa orang. Ajaran Islam memberikan petunjuk agar meraih hidup bahagia dan selamat di dunia dan di akherat, tetapi mereka malah mencelakakan diri dengan cara bunuh diri. 

Namun hal yang luar biasa dari mereka adalah keteguhan dalam membela keyakinannya itu. Mereka mau mengorbankan apapun demi keyakinannya itu, bahkan hingga mati sekalipun. Orang yang berpandangan tidak sama dengan dirinya dianggap musuh, dan boleh dimusnahkan. Membunuh dan memusnahkan orang yang tidak sama dengan mereka, dianggap boleh. Ber-Islam bagi mereka sama artinya memposisikan diri sebagai pihak yang memiliki musuh dan musuh itu harus dihancurkan. 

Memang ada dalam Islam perintah untuk berjihat dalam arti perang. Akan tetapi perintah itu adalah dalam kontek membela diri manakala sedang diperangi dan diusir oleh musuh. Sebaliknya, justru Islam mengajarkan tentang keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan. Islam hadir adalah memberikan kabar gembira tentang kehidupan yang mulia yang diliputi oleh suasana saling mengenal, memahami, menghargai, mencintai, dan tolong menolong antar sesama. 

Dalam Islam perintah untuk saling mencintai dan kasih sayang sedemikian banyak dalam al Qur�n maupun hadits nabi. Sifat Allah yang maha mulia, seperti Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang disebut berulang-ulang dalam al Qur�n dan bahkan harus dibaca atau diucapkan dalam setiap melakukan kebaikan. Demikian pula dalam shalat lima waktu yang sehari-hari dijalankan, kaum muslimin harus menyebut atau mengucapkan sifat yang mulia itu. 

Sepanjang hayatnya, Nabi Muhammad menghiasi kehidupnya dengan suasana kasih sayang, memperhatikan sesame, lebih-lebih terhadap orang yang lemah dan miskin. Utusan Allah ini selalu mengaitkan antara keimanan seseorang dengan berbuat baik kepada orang lain, seperti menolong pada fakir miskin, anak yatim, orang yang sedang kesulitan dalam perjalanan, memiliki hutang dan sebagainya. Orang yang tidak mau memperhatikan anak yatim dan member makan terhadap orang miskin disebut sebagai pendusta agama. 

Oleh karena itu, munculnya teroris tidak saja merepotkan pemerintah dan pihak keamanan, tetapi juga menyita pikiran banyak orang, termasuk ulama dan tokoh muslim sendiri. Para tokoh dan ulama Islam tidak mau disebut bahwa kegiatan teroris dimotivasi oleh ajaran Islam. Islam tidak mengajarkan kekerasan, apalagi mengakibatkan kerusakan dan membunuh banyak orang. Maka hingga kini hal itu menyisakan persoalan yang masih menunggu jawaban yang pasti atau benar. 

Hal yang menjadi teka-teki dan membingungkan misalnya, apabila dikatakan bahwa kegiatan teroris itu disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan agamanya, maka rupanya tidak benar. Sebab sedemikian banyak orang yang berpengetahuan agama terbatas tetapi tokh tidak ikut kelompok itu. Atau sebaliknya, jika dikatakan mereka terlalu paham tentang ajaran agamanya, juga tidak benar. Sebab banyak ulama, cendekiawan atau ilmuwan Islam tidak menjadi teroris, dan bahkan membenci, ngecam dan bahkan mengutuk kegiatan perusakan itu. 

Jika demikian halnya, menjadi teroris tidak ada kaitannya dengan pengetahuan ke-Islam seseorang. Jiwa itu tumbuh, terbentuk, dan berkembang oleh lingkungan, hingga mereka menjadi pendendam, iri hati, marah, semangat permusuhan, merusak dan lain-lain. Jiwa yang tidak sewajarnya seperti itu, tatkala menemukan pembenar, yaitu konsep tentang syahid, maka mereka rela masuk kelompok itu. Padahal syahid dalam arti membela Islam adalah mewujudkan kedamaian, keselamatan, dan kebahagiaan. 

Atas dasar itu, maka diperlukan pemahaman yang lebih mendalam lagi terhadap fenomena itu, baik terkait dengan internail pribadi maupun lingkungan luas yang membentuknya. Rupanya semakin dimusuhi, maka hati mereka akan semakin sakit, dendam, dan mereka akan mencari musuh sedapat-dapatnya. Oleh karena itu hal yang perlu dilakukan adalah melakukan pendekatan, penyadaran, dan bahkan penyembuhan terhadap hati yang sakit itu. Panyakit hati biasanya muncul dari suasana tidak adil, merasa dibaikan, tersisih dan lain-lain. 

Oleh karena itu, saya melihat perlunya di negeri ini dikembangkan tata kehidupan yang bernuansa sejuk, kasih sayang, kepedulian terhadap semua, menghindari keputusan atau kebijakan yang melahirkan pemusuhan, berebut yang berlebihan, rasa dendam dan tidak adil, memonopoli sesuatu yang sebenarnya dibutuhkan bersama, tidak memenuhi kepantasan, dan lain-lain. Dengan cara itu maka insya Allah, akan mengurangi munculnya gejala yang tidak diinginkan itu, yakni gerakan teroris yang menggelisahkan bagi semua. Wallahu a�lam.

0 komentar:

Posting Komentar